Berikut beberapa catatan tentang shalat tahajud
Pertama: Ada yang menganggap bahwa tahajud adalah shalat malam secara mutlak sebagaimana pendapat kebanyakan ulama. Ada pula ulama yang menganggap tahajud adalah shalat malam yang dilakukan setelah bangun tidur. Demikian disebutkan dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 2:232.
Ada ayat yang menyebutkan mengenai shalat tahajud,
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا
“Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS. Al-Isra’: 79). Yang dimaksud tahajjud di sini ada kaitannya dengan kata hajada. Hajada punya dua arti yaitu tidur malam, kadang diartikan juga dengan begadang. Kata hajada ini adalah jenis kata yang disebut adh-daad, yaitu satu kata namun punya dua makna yang kontradiksi. Namun kalau disebut tahajud, maka yang dimaksud adalah bangun dari tidur malam untuk shalat. Pendapat ini dikatakan oleh Al-Aswad, ‘Alqamah, ‘Abdurrahman bin Al-Aswad dan lainnya. Lihat Tafsir Al-Qurthubi, 5:190-191.
Kedua: Hukum shalat tahajjud adalah sunnah, yang dijadikan dalil adalah surah Al-Isra’ ayat 79 di atas.
Ketiga: Pada masa awal, apakah shalat malam itu dihukumi wajib, ada tiga pendapat dalam hal ini. Pendapat pertama menyatakan bahwa shalat malam itu wajib bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja. Pendapat kedua menyatakan bahwa shalat malam itu wajib bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para nabi sebelumnya. Pendapat ketiga menyatakan bahwa shalat malam itu wajib bagi beliau dan umatnya secara umum. Imam Al-Qurthubi rahimahullah sendiri memilih pendapat yang ketiga.
Keempat: Waktu terbaik untuk tahajud adalah jauful lail, pertengahan malam.
Dari ‘Amr bin ‘Abasah As-Sulami, ia berkata, “Wahai Rasulullah, waktu malam yang mana yang paling utama?”
جَوْفُ اللَّيْلِ الآخِرُ فَصَلِّ مَا شِئْتَ
“Pertengahan malam yang terakhir, maka shalatlah sesukamu”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Abu Daud, no. 1277 dan Tirmidzi, no. 3579. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Kelima: Waktu-waktu malam terakhir itu lebih baik sebagaimana hadits berikut ini.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ
“Allah Tabaraka wa Ta’ala turun ke langit dunia pada setiap malamnya hingga tersisa sepertiga malam yang terakhir, Allah berfirman, ‘Siapa yang berdoa kepada-Ku, akan Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku, akan Aku beri. Siapa yang meminta ampunan kepada-Ku, akan Aku ampuni.’” (HR. Bukhari, no. 1145 dan Muslim, no. 758)
Menurut ulama Syafi’iyah dan Hanafiyah bahwa kalau malam dijadikan tiga bagian, maka 2/3 malam untuk tidur dan 1/3 malam lagi untuk shalat malam. Kalau dilihat 1/3 malam yang tengah itu lebih afdal untuk shalat malam daripada sepertiga malam pertama dan terakhir. Alasannya, karena pada waktu itu banyak orang yang lalai untuk bangun malam. Sedangkan menurut ulama Malikiyah, yang paling afdal adalah sepertiga malam terakhir.
Keenam: Jumlah rakaat shalat tahajud paling minimal adalah dua rakaat ringan. Dalilnya adalah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
>إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنَ اللَّيْلِ فَلْيَفْتَتِحْ صَلاَتَهُ بِرَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ
“Jika salah seorang di antara kalian bangun malam, maka bukalah shalat malamnya dengan dua rakaat yang ringan.” (HR. Muslim, no. 768)
Ketujuh: Mengenai jumlah rakaat maksimal untuk shalat malam, para ulama berbeda pendapat. Ulama Hanafiyah menyatakan bahwa maksimalnya adalah delapan rakaat. Ulama Malikiyah menyatakan bahwa maksimalnya adalah sepuluh atau dua belas rakaat. Sedangkan ulama Syafi’iyah dan ulama Hambali berpendapat bahwa jumlah rakaat shalat tahajud tidak dibatasi.
Kedepalan: Shalat tahajud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tiga belas raka’at sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Adapun dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menambah lebih dari sebelas rakaat, beliau shalat malam empat rakaat salam, empat rakaat salam, dan shalatnya sangat bagus sekali. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud tiga belas rakaat adalah sebelas rakaat shalat malam dan dua rakaat shalat sunnah fajar (qabliyah Shubuh).
Kesembilan: Dimakruhkan meninggalkan shalat tahajud bagi yang sudah punya kebiasaan bangun malam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan kepada ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma,
يَا عَبْدَ اللَّهِ ، لاَ تَكُنْ مِثْلَ فُلاَنٍ ، كَانَ يَقُومُ اللَّيْلَ فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ
“Wahai ‘Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan. Dahulu ia rajin mengerjakan shalat malam, namun sekarang ia meninggalkannya.” (HR. Bukhari, no. 1152)
Semoga Allah mudahkan kita untuk mengamalkannya.
Referensi:
Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah. Penerbit Kementrian Agama Kuwait. 14:86-90;
—
Artikel Kajian Masjid Al-Azhar Karangrejek Wonosari, 13 April 2018
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com